Latar Belakang Teologi Liberal
l
Dasar pemikiran teologi
liberal muncul sejak abad ke-16. Dimana pada saat itu terjadi kebangkitan akan
kesadaran manusia pada kepentingan atas agama dan pengetahuan sehingga
memunculkan dua gerakan yaitu gerakan reformasi (keagaamaan) dan renaissance
(ilmu pengetahuan)[1].
Masa ini disebut sebagai masa modern, dimana orang-orang tidak lagi
memperhatikan kepentingan-kepentingan yang ada dalam gereja, serta menolak
segala sesuatu yang tidak masuk akal seperti Trinitas, keallahan Kristus, dosa
bawaan, kedatangan Kristus yang kedua kalinya, pewahyuan Alkitab. Mereka lebih
mementingkan praktek-praktek hidup dari pada ajaran yang murni. Sehingga kerap
kali dalam menjalankan kehidupan tidak lagi berdasarkan kebenaran Firman Tuhan
melainkan menggunakan pemahaman yang mereka miliki.dimana setiap pemahaman
teologia harus dapat diterima oleh pikirian serta mampu diuji secara ilmiah.
Perkembangan Teologi Liberal ( Liberalisme)
Liberalisme adalah filsafat Rasionalisme dan Empirisme.[2] Bicara tentang rasio, liberal mengatakan
bahwa rasiolah yang menentukan segala sesuatau termasuk kedudukan Allah serta
perbuatan-perbuatannya. Sedangkan
berdasarkan empirisme Liberal mengatakan bahwa segala Sesutu itu hanya
karewna pengalaman kita melalui semua alat indera yang kita miliki.
Menurut paham Liberalisme mengatakan bahwa teologi-teologi
yang ada merupakan hasil dari rasionalisme (pemikiran) dan eksperimentalisme
(Percobaan) oleh para fisluf dan ilmuan. Menurut paham ini meletakkan ilmu
pengetahuan serta penemuan-penemuan ilmiah sebagai hal yang paling utama. Maka
dari itu liberalisme menolak pengajaran agama Kristen karena berhubungan dengan
mujizat dan supranatural, dilain sisi liberalisme juga menolak inkarnasi Yesus
serta kebangkitan-Nya. Jadi segala sesuatu yang diajarkan oleh Alkitab dan
tidak bisa diterima secara rasio maka hal tersebut akan ditolak sebab rasio
menjadi hal yang diutamakan serta memiliki otoritas penuh dalam menentukan
segala sesuatu.
1. Perkembangan
Historika Dari Standar Liberalisme
Friedrich
Schleirmacher
(1763-1834).
Teolog protestan Jerman ini beraksi terhadap rasioalisme yang dingin dari para
filsuf, dan berusaha untuk membela kekristenan dengan dasar perasaan. Ia mengembangkan
satu teologi yaitu, “Teologi Perasaan”
dan dengan itu ia disebut sebagai bapak dari Neo-Ortodoksi (ia juga dikenal
sebagai bapak dari religius Liberalisme modern atau teologi modern).[3]
Schleirmacher menekankan bahwa agama itu ditemukan dalam penalaran filosofis
atau dalam pengakuan doctrinal (ia menolak doktrin histori dari kekristenan),
melainkan ditemukan dalam perasaan dimana seseorang dapat mengalami Allah.
Schleirmacher lahir di Breslau yang
terletak diselatan Polandia, ia seorang anak dari pendeta reformed
(Calvinisme). Ia lahir dan dibesarkan ditengah jaman pencerahan (Age of Reason, Enlaightenmen) yang
diteruskan munculnya paham romantisme yang mempengaruhi seluruh Eropa.[4]
Manusia menjadi percaya bahwa segala sesuatu dapat dipahami dengan akalnya dan
segala keputusan yang mereka ambil didasarkan pada persepsi dan perasaannya
sendiri. Secara rasionalisme Schleirmacher mengatakan bahwa Allah tidak mungkin
menjadi objek rasio (pemikiran) sama seperti benda dan realita alami.[5]
Dengan pengaruh romantisme ia menyimpulkan bahwa Allah hanya dapat menjadi
objek kesadaran batin, sehingga pada masa itu doktrin-doktrin Alkitab mengenai
hal supranatural mendapat tantangan besar serta keabsahan Alkitab dan otoritas
gereja mendapat penolakan secara terang-terangan.[6]
Dari beberapa pengaruh yang terjadi
pada masa Schleimecher orang-orang menjadi menolak Alkitab sebagai buku yang
mampu menjadi pedoman hidup manusia. Hal ini di karenakan adanya pengaruh yang
membuat mereka memiliki pemahaman berdasarkan pengetahuan mereka sendiri.
Alkitab bukan lagi seusutau yang memiliki kuasa yang mampu mengubah kehidupan
seseorang, karya keselamatan, perbuatan mmujizat tidak lagi dipercayai.
Teologi Schleirmacher memiliki efek
dramatik pada isu otoritas. “tidak ada otoritas eksternal, baik itu kitab suci,
gereja, atau penyertaan kredo histori, yang mengatasi pengalaman langsung dari
orang-orang percaya.” Akar dari subjektivisme (dengan penekanan pada pengalaman
bukannya pada yang objektiv, kebenaran doctrinal), secara prinsipil dapat
dilihat dalam Neo-Ortodoksi, demikian pula dalam penolakan Liberal pada
Otoritas Kitab Suci, yang ditemukan dalam teologi Schlermacher. Dalam teologi
Scheleirmacher mengatakan bahwa dosa adalah sebagai peristiwa dimana seseorang
hidup lepas dari alam dan sesamanya, jadi menurutnya dosa bukanlah karena pelanggaran
akan hukum Tuhan. Maka dari itu Schleirmacher menekankan kepada agama etika
(perasaan kebergantungan secara mutlak).
Albercht Ritschl (1822-1889)
teologi ini berasal dari protestanisme Jerman, seperti hal nya Schleirmacher,
ia mengajarkan bahwa agama tidak boleh teoritis tetapi praktis, ia menolak
spekulasi filosofikal dari para filsuf maupun penekanan atas Schleirmacher, ia
mengajarkan kepentingan dari nilai etika.[7]
Ritschl menolak doktrin-doktrin tradisional dari dosa asal, inkarnasi,
keilahian Kristus, penebusan substitusionari Kristus, kebangkitan tubuh
Kristus, mujizat-mujizat, dan doktrin-doktrin cardinal lainnya. Ritchl
mengevaluasi segala sesuatu berkaitan dengan penilaian dari beberapa fakta
(peristiwa historis) dan penilaian dari nilai (implikasi-implikasi bagi
individu), jadi seseorang dapat berbicara tentang fakta Yesus dan nilai
Kristus.
Kristus yang seperti ini dipahami
melalui iman, realitas historis dan pribadiNya
tidaklah penting. Jadi, kematian Kristus bukan merupakan kematian
penebusan, tetapi suatu teladan moral tentang kesetiaan terhadap panggilanNya,
yang seharusnya menginpirasikan ortang lain untuk memiliki kehidupan yang
serupa.
Adolph Von Harnack (1851-1930).
Teolog Jerman ini merupakan pengikut Ritschl, yang percaya “kepercayaan Kristen
dibungkus oleh pemikiran Yunani yang diperkenalkan dalam injil, yang kebanyakan
esensi iman yang sebenarnya.”[8]
Jadi pengajaran dalam Alkitab menurutnya bukanlah pengajaran yang murni yang
berasal dari Allah melainkan hanyalah sebuah pemikiran yunani yang dijadikan
sebuah pedoman untuk menjalankan agama kepercayaan.
Von Harnack mempopulerkan
pandangan Ritschl melalui buku terlarisnya What Is Christianity? Yang
diterbitkan pada tahun 1901.[9]
Von Harnack menyangkali bahwa Yesus pernah mengklaim keilahiannya, menyangkali
mujizat, dan mengatakan bahwa Paulus telah mencemarkan agama sederhana dari
Yesus. Yang menekankan kebutuhan untuk kembali pada agama dari Yesus, bukan
agama tentang Yesus. Jadi, adalah penting untuk kembali kepada kebenaran
sentral atau intinya dengan cara mengangkat kabut budaya yang melingkupi kebenaran
itu.
Doktrin Liberal
Ada beberapa pengajaran yang membedakan teologi
Liberal dengan teologi Kristen, adapun yang menjadi pokok ajaran teologi
Liberal adaah sebagai berikut:
1. Bibliologi
Mereka menganggap bahwa Alkitab itu adalah hanya
sebuah buku biasa, bukan diilhamkan Allah.[10]
Dengan demikian mereka tidak percaya bahwa alkitab itu adalah buku yang
berwibawa ilahi, kitab yang berkuasa. Padahal Alkitab sendiri mengatakan Firman
Tuhan itu memiliki kuasa untuk menyatakan kesalahan, mendidik orang dalam kebenaran
dan lainnya.
2. Teologi
Proper
Mereka menekankan bahwa Allah itu ada di mana-mana Pantheisme. Pengertian di sini adalah
bahwa segala sesuatu itu memiliki kekuatan supranatural.[11]
3. Menekankan
Rasional
Rasional dijadikan yang terutama, yang meenjadi di
atas otoritas Alkitab. Sehingga seluruh isi Alkitab dipahami secara Rasional.[12]
Jika ada bagian-bagian dari Alkitab yang tidak dapat diterima secara
Rasional maka bagian itu harus dibuang.
Oleh karena itu orang-orang Liberal menolah segala bentuk mujizat.
4. Soteorologi
Mereka menolak keselamatan dari hukuma[13],
dan pemberitaan kedatangan kerajaan Allah itu bukan tentang masa yang akan
datang dan juga bukan pula tentang hal yang supranatural. Melainkan keadaan
saat ini, keadaan yang sedang dijalani. Karena mereka berusaha mendatangkan
surga melalui usaha mereka sendiri.
Tanggapan Terhadap Ajaran Teologi Liberal
Perlu kita pahami bahwa teologi
Liberal menekankan pemikiran bebas, sehingga otoritas Alkitab tidak lagi
dihargai. Rasio dijadikan yang terutama untuk memahami seluruh isi Alkitab oleh
karena itu mereka tidak lagi membutuhkan pimpinan Roh Kudus. Semua hal yang
berhubungan dengan supranatural mereka tolak seperti, mujizat, dan juga karya
keselamatan Yesus. Namun pada kesempatan kali ini kelompok ingin menanggapi
setiap ajaran atau pemahaman dari Teologi Liberal, yaitu sebagai berikut:
A. Bibliologi
Jika menurut mereka Alkitab adalah
hanya sekedar buku biasa atau hanya buku sejarah. Jika kita lihat asal kata
dari Bibliologi yaitu “Biblios” berarti
kitab maka dari kata ini muncul kata Alkitab. Apakah benar Alkitab itu hanyalah
sebuah bulku biasa?. Di dalam Alkitab sendiri telah tercatat ada banyak tentang
Firman Allah (I Tes 2:!3; Ibr 4:12; Efs 6:17), Firman Tuhan (Yer 1:2; Kis8:25),
Firman Kristus (Kol 3:16), Firman Kehidupan (Fil 2:16), Firman Kebenaran, (Efs
1:3) .[14]
Dengan
demikian kita dapat mengetahui bahwa Alkitab sendiripun telah memberikan
kesaksian mengenai dirinya sendiri, bahwa Alkitab itu adalah Firman Allah.
B. Teologi
Proper
Menurut paham Liberal menyatakan
bahwa Allah ada dimana-mana dan bekerja dalam segala sesuatu. Sehingga tidak
lagi diperlukan mujizat, dan mereka juga tidak membedakan sesuatu yang natural
dengan supranatuaral.
Jika kaum liberal mengatkan bahwa mereka dapat menemukan
allah di segala tempat sperti alam, namun kita harus selidiki bahwa di balik
alam yang hebat pasti ada seorang tokoh yang lebih hebat, yaitu adalah yang
menciptakan alam itu sendiri. Dengan demikian siapakah perncipta alam yang hebat
itu? Seperti yang dikatakan oleh Alkitab dalam kitab Kejadian 1, bahwa Allah
adalah sebagai creator, yaitu
pencipta alam beserta segala yang ada di dalamnya.
C. Menekankan
tentang Rasionalisme
Segala sesuatu harus dipahami dengan rasio manusia,
namun apakah memang benar segala sesuatu dapat kita pahami dengan segala
pikiran kita?
Jika mereka mengatakan bahwa bumi ini bukanlah
ciptaan Tuhan melainkan karena adanya ledakan besar sehingga membentuk bumi.
Yang perlu mereka jawab adalah siapa yang
menciptakan ledakan itu? Berarti ada sebuah kuasa yang lebih besar yang
mengakibatkan adanya ledakan besar. Tanpa mereka sadari sebenarnya mereka
sedang mengalami kesulitan dalam memahami tentang kuasa yang ada dibumi ini.
Sebab hanya Allah saja yang memiliki kuasa yang hebat, yang mampu melakukan segala
sesuatu.
D. Soteorologi
Menurut kaum Liberal mengenai
Soteorologi, bahwa keselamatan itu bukan karena Allah melainkan usaha mereka
sendiri sebab surga dapat dibuat sendiri oleh manusia. Jadi tidak ada karya
keselamatan.
Sebab dengan jelas dalam Yoh 3:16
mengatakan bahwa Tuhan sendiri yang telah memberikan keselamtan melalui Yesus
Kristus, dengan demikian keselamatan itu hanya diberikan oleh Allah sendiri.
Tidak ada manusia yang dapat menjamin hidupnya. Mungkin dibanyak pihak mereka
telah berhasil namun ada sesuatu yang kurang yaitu, tidak mendapatkan
kebahagiaaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Enns Paul, 2007 .The Moody Handbook Theology.Malang.Literatur
SAAT
Hadiwijono Harun,( tahun). Theologi Reformatoris
Abad Ke 20. Jakarta. BPK Gunung Mulia
Susabda Yakub B, (tahun). Teologi Modern I. Jakarta.
Lembaga Reformed Injili Indonesia.
Sumual Nicky J, Dasar dan Inti
Ajaran Kristen. Wisma Lektur Kristen El Shaddai Manado Indonesia.
[1]
Dr. Harun Hadiwijono, Theologia
Reformatoris, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1985, hlm.6
[2]
Yakub B. Susabda, Teologi Modern I, Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1990, hlm 42
[3]
Yakub B. Susabda, Teologi Modern I, Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1990, hlm 10
[4] Yakub B.
Susabda, Teologi Modern I, Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1990, hlm 14
[5] Yakub B.
Susabda, Teologi Modern I, Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1990, hlm 11
[6] Yakub B.
Susabda, Teologi Modern I, Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1990, hlm 11
[7] Paul
Enns, The Moody Handbook Theology, Literatur SAAT, 2007, Hlm. 203
[8] Paul
Enns, The Moody Handbook Theology, Literatur SAAT, 2007, Hlm. 204
[9] Paul
Enns, The Moody Handbook Theology, Literatur SAAT, 2007, Hlm. 206
[10] Paul
Enns, The Moody Handbook Theology, Literatur SAAT, 2007, Hlm. 206
[11] Paul
Enns, The Moody Handbook Theology, Literatur SAAT, 2007, Hlm. 206
[12] Paul
Enns, The Moody Handbook Theology, Literatur SAAT, 2007, Hlm. 207
[13] Paul
Enns, The Moody Handbook Theology, Literatur SAAT, 2007, Hlm. 208
[14]
Pdt. Prof. DR. Nicky J. Sumual D.Th, Dasar
dan Inti Ajaran Kristen, Wisma Lektur Kristen El Shaddai Manado Indonesia,
hlm. 28-29